Sejarah Sistem Ekonomi Liberal Era Orde Lama - Guru Geografi
News Update
Loading...

Jumat, Februari 15

Sejarah Sistem Ekonomi Liberal Era Orde Lama

Halo teman-teman sekalian, kali ini saya akan bercerita tentang sejarah sistem ekonomi liberal di Indonesia.

Memangnya Indonesia pernah pakai sistem ekonomi liberal ya?. Pernah dong, yaitu di awal-awal masa kemerdekaan yaitu 1950an. 

Penerapan sistem demokrasi liberal dimulai setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Nah dengan diberlakukannya sistem ekonomi liberal maka otomatis perekonomian Indonesia juga menjadi liberal dan tidak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Ada beberapa hal yang menyebabkan kegagalan sistem ekonomi liberal di Indonesia yaitu:

1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda Indonesia menanggung beban utang sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Jumlah utang luar negeri Indonesia sebesar 1,5 triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 triliun rupiah.
2. Banyaknya gerakan pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia yang menyebabkan situasi keamanan dalam negeri tidak kondusif dan banyaknya pengeluaran negara untuk mengadakan operasi militer dalam menumpas pemberontakan.
3. Banyaknya pergantian kabinet yang menyebabkan tiap kabinet tidak bisa menjalankan program dengan maksimal.
4. Ekspor Indonesia hanya bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan.
5. Indonesia belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik. Selain itu Indonesia juga belum memiliki tenaga ahli dan dana pembangunan yang cukup.

Beberapa usaha yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki perekonomian Indonesia di masa tersebut antara lain:

1. Gunting Syarifudin
Kebijakan Gunting Syarifudin merupakan pemotongan nilai mata uang (sanering), dan digagas oleh Menteri Keuangan RIS Syarifudin Prawiranegara yang dilaksanakan pada 20 Maret 1950. 

Dasar kebijakan ini adalah Surat Keputusan Menteri No 1 PU 19 Maret 1950. Tujuan Gunting Syarifudin adalah untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar 5,1 miliar rupiah dan mengatasi masalah jangka pendek yang dihadapi pemerintah. 

Tindakan gunting Syarifudin dengan cara memotong semua uang bernilai Rp 2,50 ke atas hingga bernilai setengahnya. Dengan demikian rakyat kecil tidak dirugikan sebab yang memiliki uang senilai Rp 2,50 hanya kalangan menengah ke atas.
Sejarah Sistem Ekonomi Liberal Era Orde Lama
Gunting Syarifudin
2. Sistem Ekonomi Gerakan Banteng
Sistem  ekonomi  Gerakan  Benteng  merupakan  usaha  pemerintah  Indonesia  untuk mengubah  struktur  ekonomi  kolonial  menjadi  ekonomi  nasional  dalam  rangka memperbaiki  perekonomian  Indonesia.  

Sistem  ekonomi  Gerakan  Benteng  digagas oleh Sumitro  Joyohadikusumo,  Menteri  Perdagangan  pada  masa  Kabinet  Natsir. Adapun program Gerakan Benteng meliputi hal berikut.
1.) Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia.
2.) Pemberian  kesempatan  untuk  berpartisipasi  dalam  pembangunan  ekonomi nasional bagi para pengusaha Indonesia.
3.) Pemberian bimbingan dan bantuan kredit bagi para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah.
4.) Mendorong   agar   para   pengusaha   pribumi,   secara   bertahap,  berkembang menjadi maju.

Pelaksanaan  Gerakan  Benteng  dimulai  pada  April  1950.  Selama  kurun  waktu 1950  -  1953  sekitar  700  perusahaan  bangsa  Indonesia  menerima  bantuan  kredit dari program Gerakan Benteng. Akan tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik, hal ini disebabkan:
1.) para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha asing; 
2.) para pengusaha pribumi cenderung konsumtif;
3.) para pengusaha pribumi sangat tergantung pada bantuan pemerintah;
4.) para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya;
5.) para  pengusaha  menyalahgunakan  kebijakan  dengan  mencari  keuntungan dari kredit yang diperoleh.'

3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Nasionalisasi De Javasche Bank adalah proses pemindahan hak kepemilikan badan usaha Belanda di Indonesia ke pemerintahan Indonesia. Latar belakang nasionalisasi De Javasche Bank adalah sebagai berikut.
1.) Bank  sirkulasi  yang  ada  di  Indonesia  dikelola  oleh  orang  Belanda  bukan Pribumi.
2.) Adanya  peraturan  mengenai  pemberian  kredit  harus  dikonsultasikan  pada pemerintah  Belanda.  Hal  ini  menghambat  pemerintah  dalam  menjalankan kebijakan ekonomi.

Tujuan  nasionalisasi  De  Javasche  Bank  adalah  menaikkan  pendapatan  negara, menurunkan biaya ekspor, dan melakukan penghematan keuangan negara secara drastis.

4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem    ekonomi    Ali-Baba    diprakarsai    oleh Iskaq   Tjokrohadisurjo,    Menteri Perekonomian  pada  masa  Kabinet  Ali  Sastroamijoyo  I.  Dinamakan  Ali-Baba  karena "Ali"  menggambarkan  sebagai  pengusaha  pribumi  dan  "Baba"  sebagai  pengusaha nonpribumi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kerja sama antara Ali dan Baba untuk memajukan perekonomian Indonesia. 

Tujuan  dari  program  ini  adalah  agar  pengusaha  pribumi  bekerja  sama  dengan pengusaha asing, khususnya Cina dalam memajukan ekonomi Indonesia.Melalui    pelaksanaan    sistem    ekonomi    Ali-Baba,   pengusaha   nonpribumi diwajibkan memberikan latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. 

Pemerintah juga menyediakan kredit  dan  lisensi  bagi  perusahaan  swasta  nasional  dan  memberikan  perlindungan agar  mampu  bersaing  dengan  perusahaan-perusahaan  asing  yang  ada.  Namun, sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan dengan baik karena hal-hal berikut.

1.) Pengusaha  pribumi  kurang  pengalaman  sehingga  hanya  dijadikan  alat  untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. 
2.) Indonesia menerapkan sistem liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas, tetapi pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

5. Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)
Perundingan   masalah   nansial-ekonomi   antara   pihak   Indonesia   dengan   pihak Belanda berusaha diselesaikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dengan mengirim delegasi  ke  Jenewa,  Swiss.  Delegasi  Indonesia  dipimpin  oleh Anak  Agung  Gede Agung.  Pada  7  Januari  1956  dicapai  kesepakatan  terhadap  rencana  persetujuan Finek berikut. 

1.) Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan. 
2.) Hubungan Finek Indonesia Belanda didasarkan atas hubungan bilateral. 
3.) Hubungan Finek didasarkan pada Undang-Undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Namun,  pemerintah  Belanda  tidak  mau  menandatangani  persetujuan  Finek sehingga Indonesia mengambil langkah sepihak berupa pembubaran Uni Indonesia-Belanda pada 13 Februari1956. 

Sebagai tindak lanjut dari pembubaran Uni Indonesia-Belanda, pada 3 Mei 1956, Presiden  Soekarno  menandatangani  undang-undang  pembatalan  KMB.  Dampak dari  pembubaran  Uni  Indonesia-Belanda  dan  pembatalan  KMB  adalah  banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, tetapi pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut, akibatnya banyak perusahaan Belanda yang diambil alih nopribumi (Cina).

6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
RPLT disusun pada Mei 1956 oleh Biro Perancang Negara yang dibentuk pada masa Kabinet  Ali  Sastroamijoyo  II.  Rancangan  Undang-Undang  tentang  RPLT  disetujui oleh DPR pada 11 November 1958.

RPLT   rencananya   akan   dilaksanakan   antara   1956 1961.   Dengan   adanya perubahan  situasi  politik  akibat  ketegangan  antara  pusat  dan  daerah,  sasaran  dan prioritas  RPLT  diubah  melalui  Musyawarah  Nasional  Pembangunan  (Munap)  pada 1957. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan: 

1.) adanya  depresi  ekonomi  di  Amerika  Serikat  dan  Eropa  Barat  pada  akhir  1957 dan awal 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot; 
2.) perjuangan    pembebasan    Irian    Barat    dengan    melakukan    nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi;
3.) adanya  ketegangan  antara  pusat  dan  daerah  sehingga  banyak  daerah  yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

7. Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Pada masa Kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah akibat  tidak  meratanya  pembangunan  antara  pusat  dan  daerah.  Masalah  tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan dengan diadakan Munap. 

Tujuan  diadakan  Munap  adalah  mengubah  rencana  pembangunan  agar  dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang.

Dalam  Munap  terjadi  perubahan  sasaran  dan  prioritas  dalam  RPLT  sehingga pembangunan  merata.  Namun,  tetap  saja  rencana  pembangunan  tersebut  tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Berikut ini alasan kegagalan tersebut.
1.) Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
2.) Terjadi  ketegangan  politik  antarpusat  dan  daerah  yang  tak  dapat  diredakan sehingga menimbulkan pemberontakan PRRI/Permesta.
3.) Penumpasan   pemberontakan   PRRI/Permesta   membutuhkan   biaya   besar sehingga meningkatkan de fisit Indonesia. 
4.) Ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah Irian Barat semakin panas hingga mencapai konfrontasi bersenjata. 
Gambar: disini

Share with your friends

Yuk, berkomentar di blog ini!.

Maaf, komentar spam, link, ujaran kebencian tidak akan dipublish.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done
close