7 Level Kemiringan/Slope Lereng Suatu Lahan - Guru Geografi
News Update
Loading...

Senin, Juni 6

7 Level Kemiringan/Slope Lereng Suatu Lahan

Salah satu parameter dalam menentukan suatu daerah itu rawan longsor atau tidak adalah kemiringan lereng. Indonesia secara geomorfologi memiliki keragaman relief dan topografi karena kombinasi tenaga endogen dan eksogen yang kompleks

Menurut data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral selama tahun 2021, rentetan kejadian bencana gerakan tanah atau yang dikenal umum sebagai tanah longsor melanda kawasan Indonesia dan tercatat minimal 1056 kejadian yang menelan korban jiwa sebanyak 340, 1349 rumah rusak dan 5903 jiwa mengungsi. 

Dampak ini belum mencangkup kerugian ekonomi masyarakat seperti kehilangan harta benda, terputusnya jalur ekonomi. Dengan sebaran kejadian gerakan tanah sekitar 60 % di Pulau Jawa.

Gerakan tanah banyak terjadi terutama saat puncak musim penghujan tiba. Ada tiga periode potensi puncak hujan tertinggi menurut data BMKG yaitu periode potensi tinggi Januari – April, periode potensi rendah Mei – September dan periode tinggi pada Oktober - Desember. 

Pola umum potensi gerakan tanah selaras dengan periode umum curah hujan di Indonesia yang dikeluarkan oleh BMKG dan peta Prakiraan Terjadinya Gerakan Tanah dan Banjir Bandang (Badan Geologi). 

Kejadian gerakan tanah juga dipicuh oleh aktifitas manusia dan gempa-bumi maupun kombinasi antara ke 3 nya. Tata kota terutama pembangunan kawasan pemukiman yang buruk menjadi salah satu faktor meningkatknya kejadian gerakan tanah.

Kondisi geomorfologi dan geologi merupakan parameter-parameter dari pemicu gerakan tanah. Aspek geomorfologi seperti kelerengan berperan aktif dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Semakin besar kelerengan semakin besar gaya penggerak massa tanah atau batuan penyusun lereng. 

Namun perlu diperhatikan tidak semua lahan yang miring selalu rentan untuk bergerak. Hal ini sangat tergantung kondisi geologinya, seperti jenis struktur dan komposisi tanah atau batuan penyusun lereng (BAPEKOINDA, 2002). Van Zuidam (1988) dalam Rahmawati (2009) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7, yaitu : 

a. 0º- 2º (0% - 2%) kemiringan lereng datar. 
b. 2º - 4º (2% - 7%) kemiringan lereng landai. 
c. 4º - 8º (7% - 15%) kemiringan lereng miring. 
d. 8º - 16º (15% - 30%) kemiringan lereng agak curam. 
e. 16º - 35º (30% - 70%) kemiringan lereng curam. 
f. 35º - 55º (70% - 140%) kemiringan lereng sangat curam. 
g. >55º (>140%) kemiringan lereng terjal.
Ilustrasi sudut kemiringan lereng

Lihat gambar di atas, wilayah dengan nominal 37º memiliki potensi longsor tinggi sehingga cocok untuk kawasan lindung dengan vegetasi keras untuk menahan tanah dan menjaga infiltrasi.

Semakin rendah nilai kemiringan maka potensi gerakan tanah makin rendah sehingga bisa digunakan untuk kegiatan pemukiman, industri hingga aktifitas ekonomi lain. Jika kemiringan lereng makin tinggi maka potensi gerakan tanah juga meningkat. Masyarakat harus berhati-hati jika bermukim pada wilayah tersebut.

Share with your friends

Yuk, berkomentar di blog ini!.

Maaf, komentar spam, link, ujaran kebencian tidak akan dipublish.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done
close