Esensi Manusia Sebagai Mahluk Tidak Tahu Diri Dalam Lingkungan - Guru Geografi
News Update
Loading...

Selasa, November 28

Esensi Manusia Sebagai Mahluk Tidak Tahu Diri Dalam Lingkungan

Beberapa bulan ke belakang kita semua menderita karena kemarau panjang dimana-mana dan terjadi gagal panen dan sumber air hilang. Berbagai linimasa mencatat hampir seluruh wilayah Indonesia terdampak akibat fenomena curah hujan sangat rendah tersebut.

BMKG sebagai otoritas paling terdepan dalam memberikan informasi kepada khalayak sudah mewanti-wanti akan datangnya kemarau panjang dikarenakan adanya anomali El Nino di Pasifik Timur.

El Nino sendiri adalah sebuah fenomena yang datang setiap 5-7 tahun sekali yang menyebabkan terjadinya fenomena cuaca lain di barat Pasifik atau Timur Pasifik. Menghangatnya perairan Pasifik di timur menyebabkan wilayah bagian barat akan mengalami defisit curah hujan.

Cuaca panas ekstrim terjadi di beberapa wilayah dan kota, membuat aktifitas manusia terganggu sampai di beberapa kota, air PDAM berhenti mengalir atau kotor. Akhirnya manusia menyerah dan di beberapa lokasi melakukan sholat istisqo meminta hujan kepada penguasa alam.

Bulan berganti dan angin muson barat kini mulai bergerak membawa awan-awan hujan masif ke Indonesia. Hasilnya di beberapa daerah yang tadinya kekeringan kini berubah menjadi berlimpah air karena curah hujan tinggi bahkan disertai petir.

Beberapa waktu lalu bahkan ada postingan di medsos terkait banjir yang melanda salah satu wilayah di Jawa Barat karena curah hujan yang sangat tinggi.

Tak ayal manusia pun bingung, kemarin diberi cuaca kering esktrim protes, sekarang diberi hujan berlimpah pun protes. Lalu maunya manusia itu apa?.

Perlu dipahami bahwa fenomena meteorologis adalah sesuatu yang umum terjadi di berbagai belahan dunia. Persoalan intensitas dan sebarannya yang tidak merata, itu adalah hal lain. Namun dalam ekologi lingkungan, hal tersebut adalah suatu mekanisme alam untuk menyeimbangkan diri atau menjaga keteraturan.

Jadi yang sepantasnya harus berbenah adalah si penghuni alam paling rakus yaitu manusia. Tata ruang wilayah yang tidak sesuai kaidah lingkungan adalah penyebab dari datangnya bencana. 

Lingkungan bumi terbentuk lebih dahulu dibandingkan manusia, artinya gejala meteorologis sudah biasa terjadi pada lingkungan. Lingkungan yang pada dasarnya harus menjadi sarana air permukaan mengalir dengan baik, kini tidak diperhatikan manusia. 

Semua gejala meteorologi seperti hujan, angin bahkan petir adalah sumber pendukung kehidupan. Namun manusia seringkali berkata jika ada sebuah kegiatan lalu terjadi kejadian cuaca ekstrim maka yang keluar adalah "Ya, karena cuaca tidak mendukung maka ...bla..bla..bla..".

Manusia sering menyalahkan cuaca karena kepentingannya jadi tidak terpenuhi, sementara itu ketika cuaca melimpah terjadi mereka juga akan protes.

Dalam Al Quran memang sudah dijelaskan bahwa "manusia itu mahluk yang suka mengeluh lagi kikir". Lalu kalau begitu apa esensi Tuhan menciptakan manusia kalau sudah tahu mereka akan merusak?.

Pasti ada rahasia dibalik rahasia, yang jelas manusia perlu berfikir ulang dan mencoba untuk menyelaraskan diri dengan kondisi alam. Tata ruang wilayah harus didesain agar fenomena hidrometeorologis dapat berjalan dengan baik.

Contoh paling sederhana juga adalah dalam perilaku membuang sampah. Entah di tahun berapa manusia Indonesia akan sadar akan pentingnya kebersihan. Ataukah memang manusia Indonesia sudah tidak bisa merubah budaya kotor yang yang sudah mengakar?.

Namun balik lagi bahwa manusia itu mahluk yang kecil tapi merasa ingin menguasai segalanya. Diberikan cobaan kemarau panjang sekitar 4 bulan saja teriak-teriak, lantas setelah itu diberi curah hujan melimpah juga sama mengeluhnya. Kapan manusia mau berfikir?

Yuk Sebarkan Artikel Ini

Yuk, berkomentar di blog ini!.

Maaf, komentar spam, link, ujaran kebencian tidak akan dipublish.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done
close