Perkembangan Pandangan Geografi Klasik - Guru Geografi
News Update
Loading...

Jumat, Desember 23

Perkembangan Pandangan Geografi Klasik

Perkembangan geografi telah dimulai sejak zaman dahulu jauh sebelum ilmu pengetahuan berkembang. Pada masa Herodotus dan Hesodius sebagian orang menganggap bawa pengetahuan tentang bumi masih sangat dipengaruhi oleh mitologi.

Lambat laun pengaruh mitologi ini semaking menurun seiring berkembangnya pengaruh ilmu alam di abad ke 6 sebelum Masehi. Dengan begitu corak pengetahuan tentang bumi di abad ini memiliki dasar ilm alam dan ilmu pasti. Sejak itu penyelidikan tentang bumi dilaukan dengan memakai logika bukan mitos.

Pandangan Thales (640-548 SM) menganggap bahwa bumi ini memiliki bentuk kepingan silinder yang terapung di atas air dengan separuh bola hampa di atasnya. Pendapat ini telah hilang seabad kemudian setelah Parmenides mengemukakan pandangan bahwa bumi ini berbentuk bulat. 

Kemudian Heraclides (320 SM) berpandangan bahwa bumi berputar pada sumbunya dari barat ke timur. Selain itu diketahui pula adanya zonasi iklim meskipun belum diketahui bahwa sumbernya dari kemiringan sumbu rotasi bumi. 

Baca juga:
Perambatan panas di permukaan bumi
Sebaran pola curah hujan di Indonesia

Perkembangan Pandangan Geografi Klasik
Herodotus tokoh geografi klasik, 
pic: theguardian
Seabad sebelum Masehi, geografi sangat dipengaruhi oleh astronomi dan matematika. Pada masa itu selain geografi ada juga logografi. Pelopor logografi adalah Hecataeus, Herodotus dan Strabo. Ahli logografi ini menceritakan tentang apa yang didengar dan dilihat dari pelancong di negara lain. Di era geografi modern ini logografi disamakan dengan volkenkunde.
Ptolomeus menulis buku berjudul Geographike Unphegesis. Buku itu beredar di pertengahan abad ke 2 dan menjelaskan bahwa geografi adalah suatu penyajian dengan peta dari sebagian permukaan bumi yang menunjukkan kenampakan umum di dalamnya. Selanjutnya diterangkan bahwa geografi berbeda dengan chorografi karena ia lebih 

membicarakan wilayah atau region tertentu dan menyajikan secara mendalam. Chorografi lebih mengutamakan pada kenampakan asli wilayah dan bukan ukurannya. Sementara geografi lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat kuantitatif bukan kualitatif. Baca juga: Daerah rawan gempa bumi di Indonesia

Berbeda dengan Ptolomeus, Strabo dalam bukunya yang berjudul Geographica sebanyak 17 jilid dan diterbitkan seabad sebelum Masehi telah membuat sintesa antara geografi, chorografi dan topografi. Menurutnya, dalam studi geografi kita tidak hanya mempelajari tentang bentuk dan dimensi suatu daerah tapi juga tentang lokasinya. 

Selain itu dalam buku tersebut sudah nampak adanya korelasi antara lingkungan dengan manusia. Itulah kilas pandangan geografi klasik. Geografi dimulai dari observe atau mengamati semua hal yang tertangkap dari panca indera mengenai lokasi. Baca juga: Konsep trickle down effect

Share with your friends

Yuk, berkomentar di blog ini!.
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done
close